Industri Kopi di Indonesia
Sebenernya mungkin membahas fenomena coffee shop di Indonesia udah agak basi, sih, karena trend ini udah booming jauh sebelum pandemi COVID-19. Kedai kopi menjamur di setiap sudut kota, dan minum kopi di coffee shop jadi bagian dari rutinitas banyak orang, terutama generasi muda. Tapi sekarang, mungkin trend ini sudah mulai meredup (atau beralih ke trend lainnya). Bahkan kedai kopi besar seperti Starbucks pun mengalami penurunan pengunjung, beberapa bahkan sudah tutup karena sepi. Ada faktor lain juga, seperti boycott, yang mungkin mempercepat penurunan ini.
Tapi, fenomena ini tetap menarik buat kita bahas, terutama sebagai retrospektif. Siapa tau, di masa depan, kita bisa ambil pelajaran dari trend ini, kita akan bahas ini sebagai studi kasus tentang peluang bisnis, kebiasaan konsumen, dan daya tarik lifestyle yang (mungkin) sesaat. Indonesia sendiri, meskipun negara tropis yang sempurna untuk budidaya kopi, sebenarnya tidak pernah punya budaya minum kopi yang benar-benar menjadi bagian dari gaya hidup sehari-hari, seperti yang kita lihat di negara-negara Barat. Memang betul, kebiasaan minum kopi sudah ada dari Sabang sampai Merauke (kopi hitam, kopi tubruk, kopi susu dll) tetapi dulu lebih sebagai rutinitas sederhana, tanpa ada embel-embel gaya hidup atau sosialitas.
Ketika trend coffee shop akhirnya meledak, minum kopi mendadak jadi sesuatu yang keren dan kekinian. Kedai kopi bukan cuma sekadar tempat untuk ngopi, tapi juga jadi ruang sosial buat kumpul, kerja, bahkan sekadar berfoto untuk media sosial. Gak bisa dipungkiri, peran Starbucks sangat dominan sebagai salah satu pelopor budaya minum kopi sebagai bagian dari gaya hidup. Sejak masuk ke Indonesia di awal tahun 2000-an, Starbucks membawa konsep yang benar-benar baru buat orang Indonesia, yaitu menjadikan minum kopi sebagai lifestyle experience. Walaupun harganya cukup tinggi, daya tarik brand besar ini sukses bikin masyarakat Indonesia tertarik dengan cara ngopi yang lebih modern, dan mungkin lebih โberkelas.โ
Sejujurnya, tanpa branding kuat dari Starbucks itu sendiri, mungkin hampir gak ada orang Indonesia yang mau mengeluarkan uang sebesar itu hanya untuk secangkir kopi (tiap hari). Tapi di sinilah peluang mulai muncul, dan budaya ATM (Amati, Tiru, Modifikasi), yang sudah mengakar di masyarakat kita, ikut berperan. Starbucks, walaupun membawa konsep yang menarik, tetap sulit diakses oleh sebagian besar orang karena harga yang relatif tinggi. Tapi, di sisi lain, suasana yang mereka tawarkan (tempat yang nyaman untuk ngobrol berlama-lama, dan menikmati momen) itu cocok banget dengan karakter sosial orang Indonesia yang senang berkumpul.
Inilah yang kemudian menciptakan gap di pasar kopi Indonesia, yaitu bagaimana menghadirkan pengalaman serupa tapi dengan harga yang lebih ramah di kantong. Banyak coffee shop lokal melihat celah ini dan mulai muncul dengan konsep yang lebih membumi, tapi tetap menawarkan suasana yang nyaman dan estetik. Ini membuat gaya hidup ngopi jadi semakin terjangkau dan lebih diterima di berbagai kalangan.
Setelah starbucks yang cukup sukses masuk ke pasar Indonesia, ada beberapa merek kedai kopi lokal yang meniru konsep starbuck dan jadi alternatif lain di saat Starbucks gak tersedia di suatu tempat, atau bahkan ada yang dengan gagah berani perang terbuka dengan buka kedai persis di depan atau di samping gerai starbucks yang udah ada. Brand seperti Excelso, The Coffee Bean & Tea Leaf dan Anomali Coffee jadi beberapa yang brands pertama asli Indonesia yang menawarkan konsep yang sama dengan Starbucks.
Tapi, walaupun brand-brand di atas adalah asli indonesia, Konsep yang mereka tawarkan sebenarnya ga jauh beda dan masih tergolong ada di kelas yang sama dengan Starbucks. Dan lagi-lagi, ini masih menyisakan gap yang cukup lebar yang di mana kelas itu masih belum terjangkau oleh mayoritas orang indonesia. Banyak orang masih memandang ngopi di tempat-tempat tersebut sebagai gaya hidup kelas menengah ke atas, belum sepenuhnya menjadi kebiasaan yang bisa diakses oleh semua kalangan.
Gap yang belum terisi di pasar kopi ini akhirnya ngasih peluang untuk munculnya kedai kopi lokal dengan konsep yang lebih terjangkau tapi tetap up to date. Inilah yang membuka jalan buat “kopi kekinian” atau kedai kopi lokal yang membawa pengalaman minum kopi yang lebih santai, dan ramah di kantong untuk berbagai lapisan masyarakat.
Kopi Tuku menjadi salah satu pelopor dalam mengisi celah ini. Dengan pendekatan yang berbeda, Kopi Tuku menawarkan konsep โkopi tetanggaโ yang gak cuma sekadar menjual kopi, tetapi juga memberikan rasa โguyubโ buat setiap pelanggannya. Kedai kopi ini muncul dengan harga yang pada waktu itu sangat terjangkau, dengan sedikit modifikasi resep tanpa mengorbankan kualitas rasa, sehingga bisa dinikmati oleh kalangan yang lebih luas, dari anak sekolah sampai pekerja kantoran. Kopi Tuku juga mengusung konsep grab-and-go yang lebih praktis dan cocok dengan gaya hidup urban yang serba cepat, yang buat konsep ini lebih gampang diakses dan disukai oleh masyarakat.
Bukan cuma soal harga, Kopi Tuku juga memperkenalkan minuman khas mereka, yaitu es kopi susu tetangga dengan racikan gula aren, yang dengan cepat jadi populer dan menandai tren baru dalam industri kopi di Indonesia. Munculnya Kopi Tuku menginspirasi banyak brand lokal lainnya, seperti Kopi Kenangan, Janji Jiwa, dan Fore Coffee, yang mengikuti jejaknya untuk membuat kopi lebih dekat dan mudah dijangkau oleh semua orang.
Sejarah Kopi Tuku
Kopi Tuku pertama kali berdiri di tahun 2015 dengan konsep yang sederhana karena memang awalnya ini cuma jadi salah satu side project pendirinya waktu nyusun tugas akhir di kampus. Awalnya dari kedai kecil di Cipete, Jakarta Selatan, Kopi Tuku membawa visi untuk menyajikan kopi berkualitas yang bisa dinikmati oleh siapa aja, dan dari berbagai kalangan. Pendiri Kopi Tuku, Andanu Prasetyo, punya tujuan untuk mendekatkan kopi dengan masyarakat lewat cita rasa lokal yang autentik. Lokasi pertama di Cipete ini jadi saksi awal perjalanan Kopi Tuku yang sekarang sudah berkembang menjadi salah satu brand kopi lokal paling populer.
Nama โTukuโ sendiri yang berarti โbeliโ dalam bahasa Jawa, yang mungkin mencerminkan filosofi kedai ini yang pengen budaya ngopi bisa โdibeliโ dan diakses oleh siapa saja.
Transformasi Industri Kopi
Kopi Tuku berperan penting dalam mentransformasi industri kopi di Indonesia melalui beberapa inovasi. Salah satu inovasi utama adalah resep Es Kopi Susu Gula Aren, yang waktu itu masih asing untuk para penikmat kopi di Indonesia, dan bahkan di Dunia! karena Gula Aren sendiri pun khas Indonesia.
Sebenarnya budaya Minum kopi yang dibawa Starbucks ke Indonesia dan belahan dunia lainnya berakar pada budaya minum kopi di Italia. Di sana kopi proses dengan cara meng-ekstrak bubuk kopi menjadi cairan pekat yang disebut espresso. Dan dari espresso ini lah muncul beberapa turunan produk seperti cafe latte dan cappucino yang pada akhirnya jadi menu inti dari Stabucks dan beberapa kedai kopi serupa. Tapi Kopi Tuku bikin modifikasi yang lebih jauh lagi, mereka membuat juga menu dengan bahan dasar espresso dan susu, tapi di atas itu mereka menambahkan campuran gula aren sebagai pemanis. Awalnya mereka tawarkan ke tetangga dan meminta pendapat mereka tentang racikan mereka itu. Dan waktu mereka sudah mantap dengan resep yang mereka buat dan disukai oleh tetangga mereka, jadilah Es Kopi Susu Gula Aren seperti yang kita kenal sekarang.
Secara bisnis, kemunculan Kopi Tuku juga ada di momen yang sangat- sangat tepat. Di kisaran tahun itu Gojek dan Grab lagi gencar-gencarnya memperkenalkan layanan baru mereka di bidang pesan antar makanan dan minuman lewat Go-Food dan Grab-Food. Momen ini juga jadi leverage untuk mereka untuk memperluas pasar, selain bisa menjual ke customer yang ada di sekitar cabang mereka di Cipete, mereka juga punya akses ke pasar yang lebih besar di platform di atas.
Selain itu, Kopi Tuku masang harga yang sangat terjangkau. Kalau nggak salah ketika baru muncul, mereka pasang harga IDR 15K per cup es kopi susu tetangga. Dimana harga ini jauh di bawah kedai kopi premium yang kita bahas di atas. Mungkin harga 1 cup cafe latte ukuran grande di starbucks setara dengan harga 3 Cup Es Kopi Susu punya Tuku.
Kombinasi itulah yang membuat Kopi Tuku bisa berkembang pesat dan pada akhirnya viral di masyarakat. Puncaknya, Toko Kopi Tuku di Cipete sempat didatangi Presiden Jokowi di tahun 2017.
Kesuksesan Kopi Tuku ga cuma membuat masyarakat bisa lebih gampang mengakses kopi berkualitas, yang dampaknya bisa ikut membantu meningkatkan demand dari biji kopi yang dibudidayakan oleh petani lokal di Indonesia, karena Kopi Tuku menggunakan biji kopi lokal dari berbagai daerah.
Menurut website Kontan, Kopi Tuku di tahun 2024 ini sudah punya 50 cabang yang ada di berbagai daerah di Indonesia, dan kabarnya masih akan berkembang lagi sampai 100 cabang di 2026.
Dampak terhadap Industri Kopi Indonesia
Kesuksesan Kopi Tuku gak cuma membawa berkah untuk mereka sendiri, setelah mereka sukses, banyak muncul berbagai kedai kopi yang serupa di Indonesia. Brand-brand seperti Kopi Kenangan, Fore, dan Janji Jiwa dan akhir-akhir ini Tomoro Coffee juga jadi brand yang terinspirasi oleh model bisnis yang diusung Kopi Tuku. Bahkan KOpi Kenangan pernah buat kedai persis di depan Starbucks waktu mereka masih baru mulai di Gedung Mayapada, Jakarta. Kopi kenangan sendiri sekarang sudah jadi brand kopi yang bisa dibilang paling modern dengan standard paling tinggi di antara kedai kopi kekinian lainnya. Sedangkan Kopi Janji Jiwa, pernah menjadi brand kopi dengan model franchise yang paling banyak di Indonesia. Mereka semua berani mengambil langkah agresif untuk market kopi karena mungkin melihat bluprint yang sudah dicetak oleh kopi tuku yang berani untuk menghadirkan kopi berkualitas dengan harga yang terjangkau. Dengan pendekatan ini, minuman yang dulunya dianggap eksklusif dan mahal kini bisa dinikmati oleh berbagai kalangan masyarakat.
Fenomena ini juga mendorong para petani kopi lokal untuk meningkatkan kualitas biji kopi yang mereka hasilkan. Dengan meningkatnya permintaan terhadap kopi lokal, petani pun mulai berinovasi dan memperhatikan proses budidaya serta pengolahan biji kopi supaya sesuai dengan standar yang diminta oleh konsumen. Hal ini gak cuma meningkatkan kualitas kopi Indonesia, tetapi juga berkontribusi pada perekonomian lokal dan meningkatkan kesejahteraan petani kopi.
Di samping itu, munculnya berbagai merek coffee shop baru juga memperkaya pilihan bagi konsumen. Setiap merek menawarkan pengalaman unik, baik dari segi rasa, atmosfer, sampai inovasi menu yang berbeda-beda. Dengan kata lain, industri kopi Indonesia kini semakin beragam dan dinamis. Konsumen gak lagi terbatas pada satu atau dua merek, tetapi punya banyak pilihan untuk dieksplorasi.
Dari segi branding, merek-merek baru ini mulai membangun identitas yang kuat, berusaha untuk menarik perhatian konsumen lewat marketing campaign yang kreatif dan memakai media sosial sebagai alat untuk menjangkau pasar yang lebih luas. Mereka sadar bahwa untuk bersaing, gak cuma kualitas kopi yang penting, tetapi juga pengalaman yang ditawarkan kepada konsumen.
Dengan semua dampak positif ini, kita bisa lihat bagaimana satu inovasi sederhana dari Kopi Tuku bisa mengguncang industri kopi Indonesia secara keseluruhan. Mereka gak cuma menciptakan tren baru dalam konsumsi kopi, tetapi juga mengubah cara masyarakat memandang kopi dan menciptakan peluang baru bagi banyak orang. Momen ini menunjukkan bahwa industri kopi Indonesia sudah melewati masa transisi yang menarik, di mana kopi bukan hanya sekadar minuman, tetapi juga sebuah budaya yang terus berkembang dan menginspirasi.
Kesimpulan
Kopi Tuku sudah memainkan peran penting dalam industri kopi Indonesia, baik sebagai pelopor dalam menawarkan kopi berkualitas dengan harga terjangkau, dan juga sebagai penggerak trend baru dalam konsumsi kopi. Dengan filosofi yang mengedepankan kualitas lokal, Kopi Tuku berhasil mendapatkan tempat istimewa di hati masyarakat.
Lebih dari sekedar kedai kopi, Kopi Tuku juga menunjukkan betapa pentingnya kemampuan untuk melihat peluang dan mencari celah dalam ceruk pasar yang sudah ada. Di tengah persaingan yang semakin ketat, Kopi Tuku mampu mengidentifikasi kebutuhan konsumen yang belum terpenuhi dan menciptakan produk yang inovatif untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya, dengan memperkenalkan varian kopi yang menggunakan bahan-bahan lokal yang unik, seperti gula aren, Kopi Tuku berhasil menarik perhatian konsumen yang menginginkan sesuatu yang berbeda dari kopi konvensional.
Inovasi kecil seperti ini ternyata memiliki dampak yang signifikan. Dengan menciptakan trend baru dalam konsumsi kopi, Kopi Tuku gak cuma berhasil membangun basis konsumen yang setia, tapi juga mempengaruhi coffee shop lainnya untuk ngikutin jejak mereka. Penerapan teknologi dalam operasional, seperti sistem pemesanan online via Gofood dan GrabFood, juga menunjukkan bagaimana inovasi dalam bisnis dapat meningkatkan efisiensi dan kenyamanan konsumen.
Ke depan, industri lain Indonesia juga diharapkan terus berkembang dengan lebih banyak makanan dan minuman yang mengedepankan kualitas dan cita rasa lokal untuk mengikuti resep kesuksesan yang sudah dinikmati oleh Industri Kopi Kekinian ini. Potensi pasar yang besar ini masih menyimpan banyak peluang untuk digarap. Dengan melihat peluang dan terus berinovasi, Industri F&B Indonesia gak cuma bisa dapat memperkaya pengalaman menikmati makanan atau minuman bagi masyarakat, tetapi juga berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi lokal. Inovasi kecil yang dilakukan saat ini bisa menjadi perubahan besar dalam industri masing-masing di masa depan.